Meratus, sebuah nama yang diberikan untuk kawasan pegunungan yang membelah Provinsi Kalimantan Selatan menjadi dua bagian, membentang ke segala arah hingga berbatasan dengan provinsi tetangga yaitu Kalimantan Timur. secara geografis pegunungan Meratus menjadi bagian dari delapan kabupaten yang ada di provinsi Kalimantan Selatan. Dibalik penamaan pegunungam meratus ternyata juga menyimpan cerita cerita yang penuh dengan Misteri bahkan masyarakat yang bertempat tinggal di seputaran pegunungan meratus mempunyai cerita cerita menurut versinya masing masing. Katanya pegunungan meratus memiliki jumlah 100 gunung akan tetapi yang dapat dihitung hanya 99 gunung, menurut cerita yang beredar di masyarakat gunung yang ke 100 merupakan induk dari 99 gunung tersebut dan merupakan gunung tertinggi namun tidak bisa dilihat dengan kasat mata.
Terlepas dari semua cerita cerita itu, Etnis Dayak Meratus merupakan komunitas masyarakat adat yang memegang teguh nilai-nilai tradisi berladang. Berladang dalam istilah Etnis Dayak Meratus mereka sebut dengan Bahuma. Ada sebuah kearifan lokal Masyarakat Adat Meratus yaitu Manugal. Manugal adalah sebuah tradisi dalam menanam Banih (Padi) yang dilakukan oleh masyarakat adat perbukitan Meratus hingga saat ini. Manugal adalah sebutan untuk jenis bertani non lahan tadah hujan yang dilakukan dilahan yang kering atau perbukitan (berladang Padi) yang dilakukan oleh masyarakat adat Meratus, dalam pelaksanaannya biasanya laki laki akan membuat lubang dengan memakai kayu runcing yang ditancapkan ketanah, sementara untuk perempuannya bertugas memasukkan benih Padi ke lubang yang telah dibuat tadi sebanyak 5 sampai 7 benih.
Zaman dahulu, proses Manugal dilaksanakan secara gotong royong oleh orang sekampung namun sekarang ini biasanya pelaksanaan Manugal lebih banyak hanya dilaksanakan oleh pemilik lahan beserta keluarga dekatnya saja. Yang menarik adalah Sebelum proses Manugal, biasanya akan diadakan Ritual ritual khusus dan pembacaan mantra mantra yang isinya adalah Doa kepada yang Maha Kuasa / Nenek Moyang (Leluhur) agar hasil panen nantinya berhasil dan melimpah.
Ketika panen selesai, masyarakat adat perbukitan Meratus ada sebuah ritual lagi yang akan mereka laksanakan yaitu Aruh Ganal, dimana Aruh Ganal tersebut adalah bentuk dari rasa syukur mereka yang dipersembahkan kepada “Yang Maha Kuasa” terhadap hasil panen yang melimpah. dalam pelaksanaannya Aruh Ganal akan dimulai ketika hari menjelang malam dengan diawali pembakaran dupa oleh Kepala Adat kemudian dilakukan ritual memanggil Roh para Leluhur dengan media berupa Gandang dan selanjutnya akan dilakukan pemotongan hewan sebagai persembahan. Aruh ganal tidak hanya sebagai wujud dari rasa syukur terhadap hasil panen yang sudah berhasil dan melimpah akan tetapi juga sebagai permohonan agar hasil panen selanjutnya tetap melimpah.
Terkait dengan ritual “Aruh” tersebut juga memiliki perbedaan prosesinya antara beberapa sub Etnik masyarakat adat pegunungan Meratus ini. Misalnya antara tradisi Balian Bini atau Balian Laki (Mambur) dan beberapa jenis rumpun masyarakat adat Meratus lainnya walaupun terhitung masih satu wilayah. Misalnya seperti Balai yang ada di Malaris-Loksado dengan Balai Bayumbung yang ada di desa Halunuk dalam pelaksanaannya memiliki perbedaan.
Mungkin dalam artikel selanjutnya kita akan membahas mengenai Ritual ritual tersebut secara rinci.
Demikian Artikel tentang Manugal pada Masyarakat Adat Meratus, Semoga bermanfaat.