Oleh : Rendra, TACB Kab. Hulu Sungai Selatan
Di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, minat siswa dan siswi untuk bersekolah di Madrasah telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir hingga mengalahkan popularitas sekolah dasar negeri.
Sebelumnya bersekolah madrasah terutama Madrasah Ibtidayah merupakan pilihan terakhir atau opsi kesekian setelah sekolah dasar negeri. Hingga kini berbalik bahkan ada satu Madrasah Ibtidayah di Hulu Sungai Selatan yang memiliki siswa hampir 1000 orang. Tentu fenomena ini sangat menarik jika kita lihat di masa kini, di era yang semakin modern. Namun dalam perspektif masyarakat kini menilai Madrasah bukan lagi hanya sebagai tempat untuk memperdalam ilmu agama, tetapi juga sebagai institusi yang mampu mengembangkan potensi siswa secara holistik.
Hal ini tidak mengherankan jika kita kembali ke masa lalu tepatnya pada era kolonial Hindia- Belanda disaat embrio bibit-bibit nasionalisme mulai bermunculan. Sekolah Islam (Madrasah) pernah begitu populer di Kandangan. Sejak dahulu di era kolonial madrasah di Kandangan didirikan memang tak hanya semata untuk memperdalam ilmu agama, namun madrasah juga mengusung pelajaran-pelajaran umum yang menjadi bekal ilmu dan wawasan para siswa-siswi menghadapi persoalan duniawi yang kongkret. Itulah mengapa sebab di Kandangan madrasah pernah mencetak para pahlawan-pahlawan revolusi kemerdekaan di kota Perjuangan di “Hulu Sungai Selatan”.
Rasa keterjajahan yang relatif lama membuat para kaum terdidik di Hindia-Belanda (Indonesia) melakukan berbagai inovasi, tak terkecuali di bidang pendidikan, bahkan pada ranah pendidikan yang berbasis agama Islam. Berangkat dari rasa keterjajahan itulah semangat nasionalisme Indonesia terpupuk dan berkembang. Namun jangan lupa gerakan nasionalisme Indonesia tampaknya juga tidak bisa terlepas bersumber dari kebangkitan pergerakan Islam itu sendiri.
Pada awal abad 20 imbas yang positif dari politik etis ratu Belanda, banyak dari kalangan rakyat Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengeyam pendidikan. Seperti sekolah-sekolah dasar, HIS (Hollandsch-Inlandsche School) yang berbahasa pengantar bahasa Belanda, diperuntukan untuk anak pegawai birokrasi Hindia-Belanda dari pribumi, kaum priyayi serta swasta dari kalangan orang kaya dan berpengaruh. Kemudian juga ada Volkschool artinya sekolah rakyat, Vervolgschool, Schakel School, MULO, dan lainnya.
Disamping itu di pulau Jawa secara nasional telah lahir Sarekat Islam, Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU) sebagai organisasi pergerakan kebangsaan dan keagamaan. Sedangakan pada tataran lokal di Kalimantan Selatan telah tumbuh organisasi pergerakan yang bernuansa keagamaan seperti seperti : Jamiyatul Auqab (l927), Musyawaratutthatibin (1931), Fatal Islam (1931), Persatuan Perguruan Islam (1937), SERMI (Serikat Muslimin Indonesia), Tahun 1946), dan lain-lain.

Foto siswa sekolah Islam di Pandai yang juga merupakan anggota gerilyawan ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan – Koleksi Atma Prawira
Musyawaratutthalibin yang didirikan pada tanggal 12 Sya’ban 1349 H/2 Januari1931 M di Banjarmasin ini kemudian menjadi organisasi Islam lokal terbesar di Kalimantan Selatan. Organisasi ini didirikan oleh sekelompok guru-guru agama, alim ulama dan para thalibin di Kalimantan Selatan.
Organisasi Musyawarattuhalibin telah banyak memberikan dukungan untuk pendirian sekolah-sekolah Islam yang modern. Djafrie Zamzam seorang jurnalis, tokoh politik dan juga pejuang kelahiran Simpur-Kandangan, ia juga merupakan anggota organisasi Musyawaratutthalibin dalam tulisannya yang berjudul “Memperbaiki nasib pergoeroean Islam” yang terbit di surat kabar Kalimantan Raya melukiskan betapa beratnya tantangan yang dihadapi para guru-guru sekolah Islam dikala itu (Wajidi : 2017).
Di Kandangan sebuah madrasah tahun 1906 dibangun oleh organisasi Sarekat Islam di sekitar jembatan gantung Loklua pendirinya yakni Tuan Guru H.Azhari Sungai Paring, orang tua dari mantan Bupati Hulu Sungai Selatan H. Kasful Anwar, kemudian H. Akhmad Siraj orang modern keluaran Hadralmaut School di Surabaya yang pandai berbahasa Inggeris, Arab dan Belanda yang menggugah anak-anak untuk giat belajar. Yang menjadi pengasuh dari madrasah ini adalah tokoh-tokoh Syarikat Islam Kandangan antara lain : H. Ahmad Dahlan sebagai Ketua, Tuan Guru H. Umar yang dikenal sebagai H.Umar Leid, Tuan Haji Arsyad dan Penghulu Jambu Hilir yang juga dikenal sebagai leid (Nawawi, Idwar, Gazali : 1993).

Masa muda sebagai santri brigjend H.Hassan Basry bersama beberapa tokoh dan ulama
Tuan Guru H. Abdurrasyid lulusan Universitas Al-Azhar Kairo yang juga mendirikan Arabische School di Amuntai (sekarang Rakha), beliau diminta menjadi Pimpinan Madrasah baru tersebut, beliau menganjurkan agar sebuah madrasah yang akan berkembang tidak selayaknya berada didekat pasar, dekat sungai dan dekat pabrik. Anjuran itu kemudian disetujui tahun 1928 dibangunlah Madrasah tersebut di Kampung Pandai ( Pandai tengah sekarang) dengan pimpinan H. Abdurasyid namun beliau tidak lama memimpin sebelum meninggal beliau menunjuk wakilnya Tuan Guru H. Usman (di kenal kemudian dengan Mufti Usman) untuk meneruskan memimpin madrasah tersebut hingga beliau meninggal dunia (Nawawi, Idwar, Gazali : 1993).
Alumni dari Sekolah Pandai umumnya menjadi pemimpin masyarakat, tokoh agama dan selama masa gerilya revolusi fisik alumni Sekolah Pandai sebagian besar menjadi pimpinan dalam gerilya. Alumni tersebut antara lain : H. Abdul Muin BA, Brigjend H . Hassan Basry, H. Masry Zain, H. Abdul Madjid, dan tidak sedikit tokoh-tokoh pejuang revolusi lainnya.
Saat masih berdiri di Loklua nama Madrasah tersebut adalah Madrasah lbtidaiyah Diniah lslamiyah, tetapi setelah pindah ke Pandai namanya menjadi Madrasah Wathoniah Diniah lslamiyah. Tetapi umum dikenal hanya sebagai Sekolah Islam Pandai, sekarang berubah lagi namanya menjadi Darul Ulum Diniyah (Nawawi, Idwar, Gazali : 1993). Hingga hari ini sekolah Islam tersebut bernama Madrasah Aliyah Darul Ulum Kandangan yang beralamat di Jl. Singakarsa – Pandai tengah, Kelurahan Kandangan Barat).

Kini Madrasah Aliyah Darul Ulum Jl.Singakarsa – Pandai Tengah Kelurahan Kandangan Barat
Seyogianya kini, di tengah dinamika zaman yang terus berubah, madrasah-madrasah di Kandangan diharapkan terus menyesuaikan dengan keadaan zaman walau hingga hari ini madrasah-madrasah di Kandangan telah dan terus melahirkan generasi-generasi penerus namun sangat diharapkan siswa- siswi lulusan madrasah tidak hanya berilmu, tetapi juga memiliki keberanian dan moralitas tinggi sebagaimana yang diharapkan pada lebelnya yakni “sekolah Islam” (*).