Menjadi sentra industri pembuatan kue rumah tangga di Kecamatan Angkinang dan sekitarnya
Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat di sekitar pasar Angkinang dahulunya pernah terkenal sebagai penghasil kue dan makanan rumahan. Hampir setiap rumah memanfaatkan keberadaan pasar untuk mengais rezeki dengan membuat berbagai olahan. Tak mengherankan ketika itu banyak orang dari luar desa, kecamatan, bahkan luar Kabupaten berdatangan untuk mencari hasil olahan rumah di sekitar pasar Angkinang.
Diantara olahan terkenal pada masa itu adalah kue gambung pa usuf, roti gulambin nini samrun, wadai cincin julak mail, puracit nini bidah, ketupat balamak nini huban, ketupat kandangan mamanya iwa, kue terang bulan abah Uus, serta banyak olahan lain yang tidak bisa dirinci satu persatu,hal itu menjadi bukti bahwa perputaran perekonomian masyarakat pasa masa itu sangat ramai.
Bukti lain dari perkembangan perekonomian warga adalah terjadinya beberapa kali musibah kebakaran, menurut narasumber bahwa terjadi kebakaran besar pertama pada tahun 1981, yang menyebabkan 60 rumah terbakar dari hilir pasar angkinang sampai ujung pasar angkinang, hal tersebut menurut informasi disebabkan api yang berasal dari salah satu dapur warga pembuat kue.
Kemudian pada tahun 1984 kembali terjadi musibah kedua kebakaran, yang menyebabkan langar Al Kautsar dan sekitarnya habis dilalap api, hal itu menurut informasi juga disebabkan api yang berasal dari dapur warga ketika membuat kue. Namun kebakaran yang kedua tidak sampai menyebabkan terbakarnya pasar angkinang.

Sentra Pengepul Sayuran
Pada tahun 1998 – 2003 ada beberapa orang yang mencetus sebagai pengepul utama sayuran di wilayah Kecamatan Angkinang dan Kecamatan Telaga Langsat, mereka mengumpulkan sayuran dari petani-petani kecil yang ada didesa. Kemudian dikumpulkan untuk dikirimkan ke pengepul yang lebih besar di daerah Banjarmasin.
Diantaranya yang waktu itu terkenal sebagai pengepul adalah Pa Ancah, Pa Aban, Pa Ambru dan Pa Andan. Mereka adalah pioneer pengepul yang menjalankan usahanya dari nol, namun yang konsisten hingga saat ini hanya beberapa orang. Dari usaha pengepul tersebut, mereka membuka peluang masyarakat disekitar pasar angkinang untuk ikut bekerja sebagai pengikat sayuran, dan pengangkut sayuran ke mobil truk atau pic up yang bersedia membawa kepulan sayur itu untuk diantar ke pengepul di Banjarmasin.
Sampai sekarang para pengepul bahkan semakin banyak, bahkan dari kalangan anak muda, mereka maju dan berkembang sukses, hingga mampu membeli mobil sendiri dan mengangkut hasil kepulannya, beberapa tahun kebelakang para pengepul juga memanfaatkan keberadaan pasar Agribisnis Taniran, para pengepul berkumpul dipasar itu yang sebagai wadah yang disediakan Pemerintah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan khusus Agribisnis. Mereka membawa hasil kepulannya hingga wilayah Kapuas bahkan Palangkaraya.

Jalur perdagangan antar kecamatan bahkan lintas Kabupaten tetanga
Dahulunya pasar angkinang juga merupakan pusat perdangangan, hal ini disebabkan karena letak pasar angkinang yang sangat strategis untuk jalur perdangan, yaitu jalur Sungai. Letak pasar angkinang yang tepat berada di bantaran Sungai angkinang, membuat pedagang yang berada di jalur Sungai angkinang dengan mudah mengakses pasar.

Terlebih pada tahun 1990 – 1999 an keadaan Sungai angkinang masih belum mengalami pendangkalan, sehingga transportasi jenis jukung (sampan kecil) tradisional yang berasal dari Desa Muning Daha Selatan, Desa Tawar, Taniran. Dapat mengangkut hasil dagangannya, Adapun dagangan yang sering penulis temukan dahulu adalah penjual dapur, Tabungan, alat-alat dapur lainnya yang terbuat dari kerajinan gerabah (tanah liat), ada juga yang membawa hasil kebun seperti buah semangka, jagung, timun dan lainnya.
Bahkan dahulunya karena alat transportasi darat sangat terbatas dan sedikit maka pedagang banyak hanya menggunaan sepeda untuk berjualan, bahkan ada yang datang dari luar kabupaten seperti desa Pangambau, Desa Pantai Hambawang Kab. HST dan sekitarnya.

Sentra pasar kue partaian
Pasar angkinang mengalami pasang surut dalam dunia ekonomi, dimana pasar ini pernah mengalami masa transisi, sempat ramai pada masa tahun 1980 – 1999 an, setelah itu pasar menjadi sepi pedagang bahkan pembeli, sehingga keberadaannya sangat jauh dibanding masa lalu.
Ada beberapa dampak diantaranya krisis moniter yang melanda seluruh negeri ini, sehingga perputaran ekonomi menjadi susah. Ditambah lagi mata pencaharian masyarakat di sana hanya bergantung pada bertani, dan beternak itik, hanya pada tahun 2000 an masyarakat mulai mengubah mata pencaharian menjadi berkebun.
Dahulunya pasar angkinang juga terkenal sebagai pasar subuh, selain pasar mingguan, pasar ini juga melaksanakan pasar harian, masayarakat berdagang dari pukul 02.00 WITA subuh hingga pukul 05.00 subuh, mereka menyediakan berbagai kue dengan harga partaian, kuenya beragam, seperti yang sudah penulis paparkan di atas. Hal ini berlangsung hingga tahun pasang surut yang tadi disebutkan.
Sekarang keberadaan pasar subuh sudah kurang peminatnya, karena banyak masyarakat yang dahulunya mengambil kue untuk keperluan warungnya, lebih memilih untuk mengambilnya lansung dengan jumlah banyak ke pasar Kandangan yang harganya bisa sedikit miring.
Sempat pasang surut, kemudian pada tahun 2020 an pasar ini kembali bangkit, hingga sekarang mulai ramai kembali, bahkan setiap harinya ada banyak pedagang berkumpul tidak hanya hari kamis sebagai pasar mingguannya.

Jangan Lupa untuk Membaca Part 1 nya disini

Categorized in: