Sumber : Kompasiana.com
Foto : Ahmad Husaini
Kali ini kita akan membahas tentang “Pasar Angkinang”. Siapa yang tidak tahu “Pasar”?. Semua kalangan masyarakat baik anak-anak hingga dewasa pasti mengenal pasar, apalagi pasar dikenal sebagai tempat penyedia seluruh kebutuhan yang diperlukan dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari, mulai dari kebutuhan sandang maupun pangan.
Pasar merupakan tempat proses perputaran ekonomi masyarakat, tempat interaksi, tempat mata pencaharian dan tempat berkumpulnya orang-orang yang ingin memenuhi semua keinginannya .
Namun apakah kalian pernah mendengar nama “Pasar Angkinang”. Kalau nama tersebut masing asing dibenak kalian, mari kita berkenalan dengan tempat ini, sekaligus mengulas sedikit tentang sejarahnya dan bagaimana perjalannya dari jaman dahulu hingga sekarang.
Apakah kalian termasuk orang yang sering melakukan perjalan antar Propinsi di Kalimantan Selatan dan sekitarnya ?. Jika ya, berarti anda sebenarnya sering melewati pasar Angkinang tersebut, namun sayangnya tidak semua orang memperhatikan dengan seksama, bahwa dipinggiran jalan antar Propinsi dari Kota Banjarmasin menuju arah Hulu sungai baik yang ke Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Balangan, dan Kabupaten Tabalong, ataupun ingin melakukan perjalan ke Propinsi tetangga Kalimantan Timur, ada terdapat sebuah pasar.
Pasar Angkinang masyarakat disana menyebutnya, Angkinang adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Sejarah penamaan Angkinang konon merupakan penamaan yang diambil dari salah satu tokoh terkenal di wilayah tersebut zaman dahulu yang bernama HangKinang (sumber data Kec. Angkinang). Jadi penyebutan Hangkinang terdiri dari dua kata yaitu Hang yang konon memiliki arti orang yang sangat sakti dan kuat, sedang Kinang adalah sebutan bagi orang yang suka menginang (kebiasaan tradisional bagi masyarakat, terbuat dari bahan daun sirih, dicampur biji dalam pinang, kapur dan sedikit gambir, kemudian dikunyah).
Tradisi ini sebenarnya tidak hanya ditemukan di wilayah ini, namun tradisi ini juga banyak terdapat diberbagai daerah lain di Nusantara. Kembali ke topik pembahasan asal mula penamaan, dari nama tokoh yang disegani di wilayah tersebut maka diberilah penamaan Hangkinang, dan sekarang dikenal menjadi Angkinang.
Kalau dilihat dari monografi wilayah desa, pasar Angkinang tidak berada di wilayah Desa Angkinang, tapi berada di wilayah Desa Angkinang Selatan, namun karena letak pasar ini berada dipusat Kecamatan, dan merupakan jantung perkantoran kecamatan, maka pasar ini lebih terkenal dengan sebutan pasar Angkinang, meskipun didesa lain yang juga masih termasuk wilayah Kecamatan Angkinang memiliki beberapa pasar serupa.
Pasar Angkinang sejak mula berdiri merupakan pasar mingguan, Adapun hari puncak pelaksanaan pasar tersebut menurut tetuha dari jaman dahulu adalah hari kamis, sampai sekarang pasar tersebut masih konsisten melaksanakan pasarnya hari kamis. Penulis berusaha menggali informasi dari beberapa tetuha masyarakat terkait cerita masa lampau tentang kondisi pasar Angkinang tersebut,
Diantaranya adalah sejarah pembangunan pasar tersebut, kejadian-kejadian yang pernah terjadi seiring pertumbuhan pasar tersebut, dari pasar rakyat, menjadi pasar yang sekarang dikelola oleh pemerintah, dari bangunan sederhana, hingga menjadi bangunan modern.
Salah satu narasumber memberikan informasi, ketika penulis menanyakan kapan persisnya Pasar Angkinang tersebut didirikan, beliau mengatakan bahwa tidak bisa memberikan data pasti dan akurat, kapan dan entah bagaimana hingga pasar tersebut berdiri, yang jelas kata beliau, dari tahun 1963 sejak beliau kecil, keberadaan pasar tersebut sudah ada, beliau juga memaparkan, bahkan ketika almarhumah ibu beliau yang lahir pada tahun 1924 pernah berujar bahwa pasar Angkinang tersebut sudah ada, meskipun tidak seperti pasar yang sekarang dikenal masyarakat dan masih berupa pasar tradisional.
Beberapa pendapat yang menyatakan berdirinya pasar Angkinang dari tahun 1970-an atau sebagainya masih perlu dikaji ulang dan masih diragukan keakuratan datanya.
Corak bangunan Pasar Angkinang dulu
Adapun bangunan Pasar Angkinang jaman dahulunya hanya berupa bangunan yang terdiri dari tiang-tiang kayu ulin (kayu besi) tanpa lantai hanya beralas tanah, dan diatasnya diberi atap dari sirap (juga dari bahan kayu ulin) yang membentang sepanjang jalan, ada juga beberapa yang didirikan masyarakat secara pribadi dari tiang kayu ulin dan atapnya hanya terbuat dari daun rumbia.
Dalam sejarahnya menurut narasumber bahwa dahulunya pada tahun 1963-an terdapat satu pohon Ketapang yang sangat besar, pohon tersebut tepat berada ditengah-tengah pasar tersebut, pohon itu menurut informasi tumbuh sudah puluhan tahun, dan menjadi saksi bisu kejadian-kejadian di masyarakat dan perkembangan Pasar Angkinang pada masanya.
Kemudian seiring perjalanan waktu, pada tahap renovasi pertama pasar, pembangunan pasar Angkinang sedikit mengalami perubahan bentuk dan perluasan, dari asalnya beralaskan tanah, kemudian direnovasi dengan pondasi dari cor batu dan semen kasar, kemudian dibuatkan dinding-dinding pembatas antar tempat satu dengan tempat lainnya dari kayu papan.
Karena perluasan pasar akhirnya pohon ketapang tersebut ditebang. Hingga sekarang tidak banyak yang mengetahui bahwa ditengah pasar tersebut dahulunya terdapat satu pohon besar yang menjadi ciri khas pasar tersebut. Hingga sekarang renovasi pasar Angkinang kalau tidak keliru sudah tiga kali dilakukan, terakhir adalah pembangunan pasar secara permanen, pembongkaran secara menyeluruh dari bangunan semula dari kayu dibuat bangunan dari beton.
Ada lagi satu bangunan yang sekarang sudah tidak ada masa sekarang, yaitu satu buah bangunan serbaguna, bangunan yang terletak persis dibagian pasar paling belakang, berada ditepian bantaran Sungai Angkinang. Bangunan tersebut pada jamannya difungsikan untuk berbagai kegiatan, seperti olah raga, acara-acara di kampung, maupun pagelaran pada masa itu.
Sayangnya bangunan tersebut sudah dirobohkan untuk perluasan pasar, juga dikarenakan kondisi bangunan yang sangat lapuk, akan tetapi bekas peninggalan bangunan tersebut masih ada berupa lantainya dari cor kasar semen.
Bersambung part 2 (red).